Kamis, 24 Desember 2009

TUMOR OTAK

A. PENGERTIAN

Tumor Otak merupakan senuah lesi yang terletak pada intrakranal yang menempati ruang di dalam tengkorak. Tumor – tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah masa yang berbentuk bola, tetapi juga dapat tumbuh menyebar masuk ke dalam jaringan. (Brunner & Suddarth,2002)
Tumor otak dapat terjadi pada area otak, baik pada jaringan otak maupun pada jaringan pendukungnya. (Tarwoto, 2007)
Tumor – tumor otak primer menunjukkan kira – kira 20% dari semua penyebab kematian kanker, di mana sekitar 20 & sampai 40 % dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat – tempatlain. Tumor – tumor otak jarang bermetastase keluar system saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasannya dari paru – paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pancreas, ginjal dan kulit (melanoma).
Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada decade kelima, ke enam dan ketujuh dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung system otak dan medulla spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak di atas penutup serebelum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya dapat menyebabkan kematian yang menggangu fungsi vital, seperti pernapasan atau adanya peningkatan TIK.
Klasifikasi Tumor Otak :

  1. Tumor yang muncul dari pembungkus otak (meningioma dura, terbubgkus dalam kapsul dapat dipastikan dengan baik, pertumbuhan keluar jaringan otak, menekan daripada menginvasi otak)
  2. Tumor yang berkembang di dalam dan di atas saraf cranial (neuroma akustik, diturunkan dari lapisan pembungkus saraf akustik)
  3. Tumor yang berasal di dalam jaringan otak (gliomas)
  4. Lesi metastatic yang berasal dari bagian tubuh lainnya, paling umum dari paru dan payudara
  5. Tumor kelenjar tanpa duktus (hipofisis, pinealis)
  6. Tumor pembuluh darah (Hemangioblastoma, angioma)

B. MANIFESTASI KLINIS

Tumor Otak menunjukkan manisfestasi klinis yang tersebar, bila tumor ini menyebabkan peningkatan TIK serta tanda dan gejala local sebagai akbat dari tumor yang mengganggu bagian spesifik dari otak.
Gejala

1. Peningkatan Tekanan Intrakranial
Gejala TIK disebabkan oleh tekanan yang berangsur – angsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor. Pengaruhnya adalah gangguan keseimbangan yang nyata antara otak, cairan serebrospinal, dan darah serebral.
Sebagai akibat pertumbuhan tumor, maka kompensasi penyesuaian diri dapat dilakukan melalui penekanan pada vena – vena intracranial, melalui penurunan volume cairan serebrospinal ( melalui peningkatan absorbsi dan menurunkan produksi), penurunan sedang pada aliran darah serebral dan menurunnya masa jaringan otak intra seluler dan ekstraselular.

  • Nyeri kepala
    Nyeri kepala ini hilang timbul dan durasinya makin meningkat. Nyeri kepala terhebat pada pagi hari kemudian berangsur-angsur menurun dan menjadi buruk oleh karena batuk, menegang atau melakukan gerakan yang tiba-tiba. Keadaan ini disebabkan oleh serangan tumor, tekanan atau penyimpangan struktur sensitive nyeri atau oleh karena edema yang mengiringi adanya tumor.
    Sakit kepala selalu digambarkan dalam atau meluas atau dangkal tetapi terus menerus. Tumor frontal menghasilkan sakit kepala pada frontal bilateral, tumor kelenjar hipofisis menghasilkan nyeri yang menyebar antara dua pelipis (bitemporal), tumor cerebellum menyebabkan sakit kepala pada daerah suboksipital bagian belakang kepala
  • Fertigo: pasien merasakan serangan pusing dan mau jatuh.
  • Mual dan muntah : muntah ini bersifat proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual dengan tipe yang kuat. Kadang-kadang dipengaruhi oleh asupan makanan, yang selalu disebabkan iritasi pada pusat vagal di medulla
  • Kejang epilepsy : biasanya pada tumor di otak besar
  • Perubahan mental : biasanya terjadi proses psikis seperti psikosis, letargi, penurunan kesadaran, disorientasi, perubahan kepribadian
  • Papiledema : adanya penekanan pada nerves optikus oleh tumor menyebabkan pasien mengalami gangguan penglihatan atau kelainan visus, diplopia (pandangan ganda) dan penurunan lapang pandangan.

2. Gejala Terlokalisasi
Lokasi gejala – gejala terjadi spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena, menyebabkan tanda – tanda yag ditunjukkan local, seperti pada ketidak normalam sensori dan motorik, perubahan penglihatan, dan kejang.
Karena fungsi – fungsi dari bagian yang berbeda dari otak yang tidak diketahui, lokasi tumor dapat ditentukan, pada bagiannya, dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.

  • Tumor Korteks Motorik
    Memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti kejang yang terletak pada satu sisi tubuh, yang disebut kejang jacksonian.
  • Tumor Lobus Oksipital
    Menimbulkan manisfestasi visual, hemianoksia, homonimus kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandangan, pada sisi yang berlawanan dari tumor) dan halusinasi penglihatan.
  • Tumor Serebelum
    Menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot – otot tidak terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama, tidak disengaja) biasannya menunjukkan gerakan horizontal.
  • Tumor Lobus Frontal
    Sering mengakibatkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri.
  • Tumor Sudut Serebelopontin
    Biasannya diawali pada sarung saraf akustik dan member rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak
  • Tumor Intrakranial
    Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia
    Tipe tumor yang paling sering adalah meningioma, glioblastoma, dan metastase serebral dari bagian lain.
C. PATOFISIOLOGI

Tumor otak terjadi dari sel otak sendiri yang mempunyai deixiribonukleat Acid (DNA) abnormal. DNA yang abnormal tidak dapat mengontrol pembelahan sel sehingga terjadi pertumbuhan sel yang berlebihan. Adanya tumor pada otak berarti menambah massa otak, sementara ruang otak sangat terbatas dengan kemampuan ekspansi otak yang sangat terbatas pula. Keadaan inilah yang kemudian menimbulkan peningkatan tekanan intra cranial. Massa tumor akan mendesak bagian sekitarnya dan kemudian menekan bagian yang lain. Jika tekanan intracranial makin meninggi akan mengakibatkan herniasi otak. Keadaan herniasi ini dapat menekan fungsi-fungsi vital dari otak misalnya pusat pernafasan, kardiovaskuler sehingga dapat menimbulkan kematian.

D. KOMPLIKASI
  1. edema serebral
  2. peningkatan tekanan intracranial
  3. herniasi otak
  4. hidrosephalus
  5. kejang/epilepsy
  6. metastase ketempat lain
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. CT scan, memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah ukuran dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya edema serebral skunder juga dapat memberikan informasi tentang sistem ventrikuler.
  2. MRI, digunakan untuk mendeteksi jejas yang kecil juga membantu dalam mendeteksi tumor-tumor di dalam batang otak dan daerah hipofisis.
  3. Biopsi stereotaktik, digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
  4. Angiografi serebral, melihat adanya vskulasrsasi otak serta adanya defiasi pembuluh darah.
  5. Elektroensefalogram (EEG), dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
  6. Rontgen Torak, dapat mendeteksi lokasi primer tumor dan kemungkinan adanya metastase
  7. Sitologis, dilakukan pada CSF untuk nendeteksi sel-sel ganas.
F. PENATALAKSANAAN

  1. Pertahankan intake nutrisi yang adekuat
  2. Kemoterapi: dilakukan dengan indikasi tertentu sesuai dengan umur status neurologi, tipe tumor. Biasanya dilakukan sesudah pembedahan dengan radioterapi.
  3. Stereotaktik radiasi: dilakukan pada tumor yang pertumbuhannya lambat.
  4. Pembedahan
    a. Kraniotomi: dilakukan pada tumor yang berada di supratentorial
    b. Kraniektomi: dilakukan pada tumor yang berada di supratentorial
    c. Transphenoidal prosedur: pada tumor pituitary
    d. Shunting prosedur: dilakukan jika terjadi komplikasi seperti adanya hidrosepalus.
  5. Pengobatan
    a. Kortikosteroid, membantu mengurangi sakit kepala, perubahan kesadaran, menurunkan radang pusat metastase dan menurunkan edema (deksametason, prednisone)
    b. Anti kejang : delantin
    c. Analgetik : acetaminopen
G. DIAGNOSA
  1. Nyeri berhubungan dengan peningkatn tekanan intracranial, pembedahan tumor, edema serebri.
  2. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kehilangan atau kerusakan fungsi motorik dan sensorik serta penurunan kemampuan kognitif
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
  4. Ansietas yang berhubungan dengan kemungkinan kematian, ketidak pastian, perubahan dalam penampilan, perubahan gaya hidup.
H. INTERVENSI
  1. Nyeri berhubungan dengan peningkatn tekanan intracranial, pembedahan tumor, edema serebri.
    Intervensi :
    - Kaji tingkat nyeri
    - Kaji TTV
    - Berikan posisi yang nyaman dengan meninggikan bagian kepala 15°-30°
    - Identifikasi aktifitas yang dapat meningkatkan TIK (batuk,mengejan,bersin)
    - Istirahatkan pasien, hindari tindakan keperawatan yang dapat mengganggu tidur pasien
    - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik dan sadatif
  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
    Intervensi :
    - Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi
    - Kaji TTV
    - Monitor intake nutrisi
    - Berikan makanan porsi kecil tetapi sering
    - Sajikan makanan dalam keadaan bersih dan hangat
    - Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik
  3. Ansietas yang berhubungan dengan kemungkinan kematian, ketidak pastian, perubahan dalam penampilan, perubahan gaya hidup.
    Intervensi :
    - Kaji tingkat kecemasan pasien
    - Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
    - Berikan pengobatan untuk mengurangi insietas sesuai dengan kebutuhan
    - Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediiakan lingkungan yang tenang
    - Dampingi pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut
    - Beri dorongan orang tua untuk menemani anak sesuai dengan kebutuhan
  4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kehilangan atau kerusakan fungsi motorik dan sensorik serta penurunan kemampuan kognitif
    Intervensi :
    - Mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga
    - Memberikan penyuluhan pada pasien sesuai dengan perkembangan penyakit
    - Memberikan penyuluhan keperawatan di rumah
    - Membantu pasien untuk memenuhi hygine pribadi



Daftar Pustaka

Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tarwoto, Ns, S.Kep. 2007. Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto

GLAUKOMA

A. PENGERTIAN

Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang biasannya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. (Bruce James, 2007)
Glaukoma adalah salah satu penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus.
(Smeltzer, 2001)

B. ETIOLOGI

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :

  1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
  2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
C. PATOFISIOLOGI

Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa) Aqueua humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh work dan kanal schlem. Tekana intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmhg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) AqH di bilik mata depan.
Tekanan intraocular dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor aquos yang terus-menerus di rongga interior. Glaucoma terjadi bila ada hambatan dalam pengaliran humor aquos yang menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler. Bila tekanan terus meningkat dapat terjadi kerusakan mata. Saraf-saraf optic, ganglion, dan sel saraf retina beregenerasi. Perubahan pertama sebelum sampai hilangnya penglihatan adalah perubhana penglihatan perifer. Bila tidak ditangani bisa menimbulkan kebutaan.

D. PATHWAYS
E. KLASIFIKASI
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka / Glaukoma Kronik
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
Merupakan sebagian besar dari kasus glaukoma yang ada, mencapai ( 90-95% ) , disebabkan oleh degenerasi jaringan trabekular, pada banyak kasus kelainan ini mengenai kedua mata ( bilateral ). Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif juga merupakan penyebab Glaukoma Kronik. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara bertahap dan lambat namun pasti, ditandai dengan atrofi saraf optikus dan kavitasi mangkuk fisiologis dan defek lapang pandang yang khas. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular/ tidak menutup jalinan trabekular . Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
Manifestasi Klinik :
 Glaukoma sudut terbuka tidak memberi tanda – tanda dari luar
 Perjalanan penyakti perlahan – lahan dan progresif dengan merusak papil saraf optik (ekskavasi)
 Bersifar bilateral, banyak ditemukan pada penderita umur 40 tahun ke atas
 Bila glaukoma sudah berlangsung lama, pada pemeriksaan funduskopi ditemukan ekskavasi. Pemeriksaan lapang pandang perifer tidak menunjukkan kelainan selam glaukoma masih dini, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan skotoma parasentral
 Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandangan erifer akan menunjukkan kerusakan. Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang lebar.
b. Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit) / Glaukoma Akut
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani bisa terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat. Dilatasi bisa pula terjadi akibat rasa takut atau nyeri, pencahayaan yang kurang terang, atau akibat berbagai obat topikal atau sistemik (vasokonstriktor, bronkodilator, penenang dan anti – Parkinson).
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
Manifestasi klinik :
 Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala
 Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut
 Tajam penglihatan sangat menurun
 Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat
 Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar
 Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh
 Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea
 Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat
 Tekanan bola mata sangat tinggi
Aktivitas, seperti membaca, yang memerlukan gerakan lensa ke depan dan terapi miosis juga dapat merupakan faktor presipitasi. Individu yang memiliki riwayat keluarga glaukoma jenis ini harus menjalani pemeriksaan lampu slit dan gonioskopi untuk mengevaluasi sudut kamera anteriornya.
c. Glaukoma penutupan (sudut akut)
Merupakan kegawatan medis yang cukup jarang yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan yang bermakna. Pasien biasanya mengeluh nyeri mata umum dan berat. Peningkatan tekanan mengganggu fungsi dehidrasi permukaan endotel kornea, mengakibatkan edema kornea. Iris sentral biasannya melekat di atas permukaan anterior lensa, yang dapat mengakibatkan sedikit tahanan terhadap aliran humor aqueos dari kamera posterior melalui pupil ke kamera anterior. Ketika aliran melalui pupil terhambat (sumbatan pupiler) oleh lensa, peningkatan tekanan di kamera posterior akan menggembungkan iris perifer ke depan dan mengadakan kontak dengan jaring – jaring trabekula. Keadaan ini akan mempersempit atau bahkan menutup sama sekali sudut kamera anterior dan menyebabkan peningkatan TIO.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma dianggap sebagai sekunder bila penyebabnya jelas dan berhubungan dengan kelainan yang bertanggung jawab pada peningkatan TIO. Secara khas glaukoma jenis ini biasanya unilateral.
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata,bisa disebabkan oleh kelainan lensa (luksasi, pembengkakan, fakoltik); Kleianan Uvea (Uveitis, Tumor); Trauma (perdarahan dalam bilik mata/hifema); perdarahan kornea dan prolaps iris, pembedahan.
a. Glaukoma Sudut Terbuka
Peningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran keluar humor aqueos melalui jaring – jaring trabekular, kanalis schlemm, dan sistem vena episkleral. Peningkatan tahanan tersebut dapat diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka lama, tumor intraokuler, uveitis akibat penyakit seperti herpes simpleks/zoster, atau penyumbatan jaring – jaring trabekula oleh material lensa, bahan viskoelastik, darah, atau pigmen. Selain itu glaukoma sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak, implantasi TIO (khususnya lensa kamera anterior), penguncian sklera, vitrektomi, kapsulotomi posterior, atau trauma.
b. Glaukoma penutupan – sudut sekunder
Peningkatan tahanan aliran humor aqueus disebabkan oleh penyumbatan jaring – jaring trabekula oleh iris perifer. Kondisi ini biasannya disebabkan oleh perubahan aliran humor aqueos setelah menderita penyakit atau pembedahan.
Keterlibatan anterior terjadi setelah terbentuknya membrana pada glaukoma neovaskuler, trauma, aniridia, dan penyakit endotel. Penyebab posterior terjadi pada penyumbatan pupil akibat lensa atau IOL menghambat aliran humos aqueus ke kamera anterior.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital terdiri dari berbagai penyakit. Dapat timbul saat lahir atau dalam tahun pertama. Gejala dan tanda termasuk :
a. Mata berair
b. Peningkatan Diameter Kornea (Buftalmos)
c. Kornea berawan karena edema epitel
d. Terpisahnya membran Descement
Glaukoma kongenital biasannya diterapi dengan pembedahan. Dibuat insisi pada jalinan trabekula (geniotomi) untuk meningkatkan drainase akueous atau dibuat pasase langsung di antara kanal Schlemm dan bilik mata anterior (trabekulotomi)
F. FAKTOR RESIKO
  1. Umur
    Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia. Faktor bertambahnya umur mempunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer.
  2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
    Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu penyakit yang dipengaruhi faktor keluarga. Hal ini dapat ditunjukkan oleh beberapa survei yang dilakukan, namun hasil survei tersebut tidak lengkap karena tidak mengikut-sertakan anak-anak dan orang yang belum mencapai umur 40 tahun yang kemungkinan dicurigai menderita glaukoma. Walaupun demikian hasil survei tersebut cukup bermanfaat karena dapat menunjukkan adanya indikasi bahwa 1 dari 10 orang pada garis keturunan pertama atau first degree menderita glaukoma seperti yang diderita orangtua mereka.
  3. Tekanan bola mata
    Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkenan glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata.
  4. Pelebaran Gaung Diskus Optikus (Large optic disk cups)
    Faktor yang berhubungan dengan kerusakan yang khas glaukoma adalah melebarnya penggaungan pada diskus optikus. Oleh karena itu, pelebaran penggaungan diskus optikus merupakan salah satu tanda adanya kerusakan khas glaukoma. Jika pada penderita ditemukan adanya penggaungan diskus optikus, maka untuk sementara harus diduga bahwa, penderita mempunyai tanda-tanda permulaan dari penyakit glaukoma. Kondisi penggaungan diskus optikus ini secara normal juga sangat individual. Oleh karena, pada individu yang mengalami pelebaran gaung diskus optikus tidak harus dinyatakan telah menderita glaukoma, melainkan masih tergantung dari ada/tidaknya kerusakan pada jaringan neuroretinal rim. Hal ini dapat terjadi akibat adanya penggaungan yang bersifat fisiologis. Sementara dapat dimengerti bahwa cupping atau gaung yang lebih lebar merupakan faktor yang lebih besar untuk terjadinya kerusakan khas glaukoma daripada cupping yang lebih kecil dengan adanya kenaikan tekanan bola mata .
  5. Obat-obatan
    Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda pemakai obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.
  6. Penyakit Sistemik
    Insiden dari glaukoma sudut terbuka primer seringkali dihubungkan dengan dua penyakit sistemik, yaitu Diabetes Mellitus dan Hipertensi arterial. Sehubungan dengan hal tersebut dilaporkan bahwa glaukoma sudut terbuka primer prevalensinya akan meningkat 3 kali lebih tinggi pada Diabetes Mellitus daripada non Diabetes Mellitus. Berdasarkan penelitian studi kasus–control, ditemukan perbedaan resiko-relatif antara penderita hipertensi yang diobati dengan tanpa pengobatan hipertensi.
G. KOMPLIKASI
  1. Sinekia Anterior Perifer : terjadi pada Glaukoma Akut tidak cepat diobati, adalah terjadinya perlekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum. Akibatnya adalah bahwa penyaluran keluar akuos humor lebih terhambat.
  2. Atrofi Papil Saraf Optik
    Karena serangan yang mendadak dan hebat, papil saraf optik mengalami pukulan yang berat hingga menjadi atrofi. Kalau glaukomanya tidak diobati dan berlangsung terus, dapat terjadi ekskavasi dan atrofi.
  3. Glaukoma Absolut
    Adalah Glaukoma yang sudah terbengkalai sampai bota total. Bola mata demikian nyeri, bukan saja karena tekanan bola mata yang masih tinggi tetapi juga karena kornea mengalami degenerasi hingga mengelupas (keratopati bulosa).
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  • Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
  • Tonometri
    Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular, yaitu :
  • Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
    Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan kedua jari telunjuk diletakkan di atas bola mata sambil penderita disuruh melihat ke bawah. Mata tidak boleh ditutup. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.
  • Tonometri dengan tonometer Schiotz
    Alat ini populer sekali, harganya terjangkau oleh setiap rumah sakit, paraktis karena dapat dibawa kemana – mana dan dapat dimasukkan ke dalam saku. Kelemahannya adalah jika hasil bacaannya menjadi terlalu rendah.
    Teknik nya adalah dengan cara penderita diminta berbaring dan matany ditetesi pantokain 0,5% sebanyak satu kali. Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit – langit, atau penderita diminta melihat ke salah satu jarinya, yang diacungkan di depan hidungnya. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata, jari kelingking tangan kanan yang memegang tonometer, menyuai kelopak mata inferior.
  • Aplanasi dengan tonometer aplansi goldmann.
  • Nonkontak pneumotonometri.
  • Gonioskopi
    Adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa kontak khusus.
    Gonioskopi dapat membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup, begitu pula dapat diperiksa apakah ada perlekatan iris di bagian perifer dan kelainan lainnya.
  • Oftalmoskopi
    Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
  • Pemeriksaan Lapang Pandang
    Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang pandangan. Terdapat dua cara pemeriksaan lapang pandang :
    • Pemeriksaan Lapang Pandangan Perifer
    • Pemeriksaan Lapang Pandangan Sentral
  • Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan
  • Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
  • EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK
  • Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
I. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan Glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan.
1. Farmakoterapi
Terapi obat nerupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan.
Obat tetesan mata dan atau obat pil diberi untuk mengurangkan pembentukan cairan dalam mata atau menggalakkan pengaliran keluar benda air mata.
Kebanyakan obat mempunyai efek samping, yang biasannya menghilang setelah 1 – 2 minggu. Namun efek samping yang biasa terdapat pada pemakaian obat topikal adalah pandangan kabur, meremang khususnya menjelang malam, kesulitan memfokuskan pandangan. Kadang frekuensi denyut jantung dan respirasi juga terpengaruh.
Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari dan jari kaki, pusing, kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan kadang batu ginjal.
2. Pembedahan Laser
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO dapat diindikasikan sebagai penangana primer untuk glaukoma, atau bisa juga dipergunakan bila terapi obat tidak bisa ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat.
3. Pembedahan Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil, atau peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan pembedahan laser.

  • Iridektomi Perifer / Sektoral
    Indikasi :
    Pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase prodomal, glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat.
    Teknik :
    Pada prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris
  • Trabekulektomi
    Pembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan membuat fitsula di anatar bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini biasannya efektif dalam menurunkan TIO secara bermakna.
    Komplikasi pembedahan ini :
    - penyempitan bilik anterior pada masa pasca operasi dini yang beresiko merusak lensa dan kornea
    - infeksi intraokular
    - kemungkinan percepatan perkembangan katarak
    - kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat
    Persiapan Sebelum Operasi yaitu :
    Pembahasan ditujukan untuk memperbaiki penglihatan dan biasanya dikerjakan secara berencana, kecuali pada kasus-kasus yang tidak biasa, misalnya lensa hipermature yang sejak awal telah memberikan ancaman terjadinya reptura.
    Sebelum operasi harus dilakukan beberapa pemeriksaan dan perawatan rutin yaitu :

  1. Fungsi retina harus baik, diperiksa dengan tes proyeksi sinar, dimana retina disinari dari semua arah dan arahnya itu harus dapat ditentukan oleh penderita dengan baik
  2. Tidak boleh ada infeksi pada mata atau jaringan sekitarnya dengan melakukan Anel Test. Bila Anel Tes (-) merupakan kontra indikasi mutlak untuk tindakan operasi karena kuman dapat masuk ke dalam mata
  3. Tidak boleh ada glaucoma. Sebab pada keadaan glaucoma, pembuluh darah retina telah menyesuaikan diri dengan TIO yang tinggi. Jika dilakukan operasi pada waktu kornea dipotong, TIO menurun, pembuluh darah akan pecah dan dapat menimbulkan pendarahan yang hebat serta dapat menimbulkan proplas dari isi bulbus okuli seperti iris, badan kaca dan lensa
  4. Visus, setelah dikoreksi batasnya pada orang yang buta huruf 5/40, sedang pada yang terpelajar 5/20
  5. Keadaan umum harus baik. Tidak boleh ada hipertensi, diabetes mellitus, batuk menahan, sakit jantung seperti decompensatio cordis
  6. 2-3 hari sebelum operasi, mata diberi salep
  7. 1 hari sebelum operasi , mata ditetesi homatropin 3x1 tetes
  8. Sore hari bulu mata dicukur
  9. Beri salep antibiotic, jika perlu luminal tablet
  10. Anjurkan mandi dan keramas sebelum operasi
  11. Kirim ke kamar operasi dengan pakaian operasi
  12. Injeksi luminal dan mata ditetesi pantokain tiap menit selama 5 menit
  13. Jangan lupa beri kesempatan klien yang cemas untuk menceritkan kehilangan pandangannya
  14. Review prosedur anestesi local dan retrobulbar yang biasanya diberikan

Pemberian premedikasi sesuai program

  • Asetazolamid/metazoamid untuk menurunkan TIO
  • Obat-obat simpatomimetik
  • Parasimpatolitik untuk menyebabkan paralisis dan otot siliaris tidak dapat menggerakan lensa

4. Langkah Pencegahan
Dinasihatkan mereka yang berumur 35 tahun ke atas menjalani pemeriksaan optalmoskopik dan tonometri setiap 2 tahun sekali. Bagi mereka yang mempunyai sejarah keluarga yang pernah menghidap glaukoma perlu menjalani pemeriksaan mata dengan lebih kerap bagi membolehkan masalah ini dikesan lebih awal.

J. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
  1. Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah
  2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif
  3. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan
  4. Kurang pengetahuan :tentang proses penyakit, status klinik saat ini b.d kurang informasi tentang penyakit glaukoma.

KOMPLIKASI POST PARTUM

A. PENGERTIAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta Perdarahan pascapartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin ( Acuhan Nasional, buku ajar maternal dan neonatal, 2002 ).
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001)

B. ETIOLOGI

Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:

1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban

  • Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
  • Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)

4. Trauma jalan lahir

  • Episiotomi yang lebar
  • Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
  • Rupture uteri

5. Penyakit darah Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia / hipofibrinogenemia Tanda yang sering dijumpai :

  • Perdarahan yang banyak
  • Solusio plasenta
  • Kematian janin yang lama dalam kandungan
  • Pre eklampsia dan eklampsia
  • Infeksi, hepatitis dan syok septik.

6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus


C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

  1. Atonia Uteri
    Gejala yang selalu ada:
    Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
    Gejala yang kadang-kadang timbul:
    Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain).
  2. Robekan jalan lahir
    Gejala yang selalu ada:
    Perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.
    Gejala yang kadang-kadang timbul:
    Pucat, lemah, menggigil.
  3. Retensio plasenta
    Gejala yang selalu ada:
    Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
    Gejala yang kadang-kadang timbul:
    Tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
  4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
    Gejala yang selalu ada :
    Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera.
    Gejala yang kadang-kadang timbul:
    Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
  5. Inversio uterus
    Gejala yang selalu ada:
    Uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
    Gejala yang kadang-kadang timbul :
    Syok neurogenik dan pucat
D. PATOFISIOLOGI

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

E. KLASIFIKASI POST PARTUM

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Early Postpartum :
Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Late Postpartum :
Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir


F. FAKTOR YANG DIPERHATIKAN DALAM MENOLONG KOMPLIKASI POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

G. FAKTOR RESIKO TIMBULNYA PERDARAHAN POST PARTUM

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan,yaitu riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:

  1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
  2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
  3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
  4. Bekas operasi Caesar.
  5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
  6. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
    • Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
    • Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
    • Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
    • Uterus yang lembek akibat narkosa.
    • Inversi uteri primer dan sekunder.
H. MACAM PERDARAHAN POST PARTUM BERDASAR PENYEBAB
  1. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
    Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
    Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
    Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
    Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta. Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
  2. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
    Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
    Penyebab retensio plasenta :
    a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
    - Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
    - Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
    - Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai keserosa.
    - Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
    dinding rahim.
    b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
  3. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
    Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
  4. Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
    Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
    Pembagian inversio uteri :
    a. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
    b. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
    c. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
    Penyebab inversio uteri :
    a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
    b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
    Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
    a. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
    b. Tarikan tali pusat yang berlebihan
    Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
    Gejala klinis inversio uteri :
    Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
    Pemeriksaan dalam :
    a. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
    b. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
    c. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
  5. Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
    Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
  6. Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
    Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
    a. Robekan Serviks
    Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
    b. Robekan Vagina
    Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
    c. Robekan Perineum
    Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
    Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
    Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
    a. - nia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
    - Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
    - rdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir
    - bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat
    b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
    - Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
    - Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
    Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
    Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

I. Pemeriksaan Penunjang

  1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
  2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
  3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
  4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
  5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
  6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
J. PENATALAKSANAAN
  1. Perdarahan Postpartum karena Atonia
    Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut :
    a. Pasang infus
    b. Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc
    c. Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus
    d. Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan
    e. plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit)
    f. Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah
    g. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
    Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan :
    a. Pemberian uterotonika intravena
    b. Kosongkan kandung kemih
    c. Menekan uterus-perasat Crede
    d. Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta
    Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
  2. Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
    Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat. Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
  2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi jaringan vena.
  3. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses inflamasi spasme vaskuler
  4. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
  5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
  6. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
  7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi

KATARAK

A. Pengertian

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yag dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif. ( Mansjoer,2000;62 )
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran. (Brunner & Suddarth,2002;1996)
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.

B. ETIOLOGI

Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.

Katarak bisa disebabkan oleh:

  1. Cedera mata
  2. Penyakit metabolik (misalnya diabetes)
  3. Obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).

Penyebab katarak lainnya meliputi :

  1. Faktor keturunan.
  2. Proses penuaan
  3. Cacat bawaan sejak lahir.
  4. Gangguan pertumbuhan,
  5. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
  6. Rokok dan Alkohol
  7. Operasi mata sebelumnya.
  8. Kelainan mata (uveitis anterior)

C. KLASIFIKASI

Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Katarak Kongenital: Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun

  • Katarak lumelar / zonular
    Katarak ini bersifat herediter,ditransmisikan secara dominan,bilateral,dan terlihat setelah lahir. Kekeruhan dapat menutupi pupil. Bila tidak dilakukan dilaasi pupil sering mengganggu penglihatan. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat pada pemeriksaan oftalmoskopi,maka perlu dilakukan aspirasi atau irigasi lensa.
  • Katarak polaris posterior
    Disebabkan oleh menetapnya selubung vaskuler lensa,kadang-kadang tiap arteri hialoid yang menetap sehingga mengakibatkan kekeruhan lensa bagian belakang. Pengobatan dengan pembedahan lensa.
  • Katarak polaris anterior
    Terjadi saat kornea belum seluruhnya melepaskan lensa dalam perkembangan embrional, mengakibatkan terlambatnya pembentukan bilik mata depan, didapatkan suatu bentuk kekeruhan dalam bilik mata depan yang menuju kornea sehingga memperlihatkan bentuk kekeruhan seperti pyramid, dan berjalan progesif.Pengobatannya tergantung keadaan kelainan. Bila tidak terlihatnya fundus pada pemeriksaan oftalmoskopi maka dilakukan pembedahan.
  • Katarak inti (Nuclear )
    Kekeruhan didaerah nucleus lensa,bentuk kekeruhan seperti bintik-bintik yang terlihat bilateral dan berjalan tidak progesif serta tidak mengganggu penglihatan . bersifat herediter atau dominan.
  • Katarak sutural
    Kekeruhan lensa didaerah sutura fetal,terjadi bilateral,bersifat statis,dan familial, tidak mengganggu penglihtan karena tidak mengenai media penglihatan.

2. Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
Terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Pembedahan dilakukan apabila diperkirakan akan menimbulkan anbliopia.

3. Katarak Senil: katarak setelah usia 50 tahun
Katarak ini berhubungan dengan bertambahnya umur dan berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi didalam lensa. Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya nucleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Katarak ini sudah tamapak sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadi skleosis lensa yang timbul pada usia decade 4 dalam bentuk presbiopia. Macamnya :

  • Katarak Nuclear
    Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik.
    Inti yag putih kekuning-kuningan menjadi coklat dan kemudian menjadi hitam disebut katarak Brunesen / nigra.
  • Katarak kortikal
    Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Penderita merasa mendapat kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.

4. Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata Terjadi akibat rudapaksa tumpul atau tajam ( Ilyas,2000 ) cukup untuk mendorong tumor vitreus masuk kekapsul lensa ( Nettina,2002;43 ) pengobatan bila tidak terdapat penyulit dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Penyulit yang dapat terjadi dalam bentuk gloukoma akibat lensa yang mencembung atau uveitis akibat masa lensa

D. MANIFESTASI KLINIK

Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :

  1. Penurunan ketajaman penglihatan dan silau
  2. Gangguan fungsional, penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
  3. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil, sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
  4. Pandangan kabur atau redup, terjadi ketika lensa mejadi opak, dan cahaya akan dipendarkan.
  5. Pandangan menjadi menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat pada malam hari.
  6. Pupil yang mulanya hitam akan tampak kekuningan, abu – abau atau putih
  7. Peka terhadap sinar atau cahaya.
  8. Dapat melihat dobel pada satu mata.
  9. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
  10. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Dan apabila katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak, secara khas akan selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.

E. PATOFISIOLOGI

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbetuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zanula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan menjadi distorsi. Perubahan kimia dapat protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan menganggu transmisi sinar.

F. STADIUM KATARAK SENIL

  1. Stadium insipien
    Kekaburan dimulai pada bagian perifer lensa, lambat laun mengarah pada bagian inti lensa mata sehi
  2. ngga menyerupai terali besi ( roda sepeda ). Pada keadaan ini biasanya katarak stasioner. Stadium intumesen ( imatur )
    Terjadi perubahan pada lensa, dimana lensa menjadi bengkak dan menarik cairan dari jaringan sekitar. Kelainan yang nampak pada keadaan ini adalah myopia, astigmatisme, bayangan iris pada lensa terlihat. Stadium maturesen ( matur )
    Kekaburan lensa lebih padat dan lebih mudah dipisahkan dari kapsulnya, ini merupakan stadium yang tepat untuk dilakukan operasi.
  3. Stadium hipermatur
    Biasanya akan ditemukan beberapa perubahan, katarak menjadi lembek, mencair atau menjadi seperti susu.

Stadium pada katarak seni

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
  2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
  3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
  4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
  5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
  6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
  7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
  8. EKG, kolesterol serum
  9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
  10. Keratometri.
  11. Pemeriksaan lampu slit.
  12. A-scan ultrasound (echography).
  13. Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.

H. PENATALAKSANAAN

  1. Stadium I
    Dengan deteksi catalin, catalin adalah zat yang berfungsi untuk menghalangi kerja zat quino, yaitu zat yang mengubah protein lensa mata yang bening menjadi gelap.
    Tujuan pegobatan ini adalah untuk menekan proresifitas kekaburan lensa supaya katarak
  2. Stadium II
    Dilakukan secara simtomatis.
  3. Stadium III, dan IV
    Operasi untuk mengeluarkan lensa yang karakteus.
    Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat di ambil dengan pembedahan laser. Namun, masih dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula ( Pokalo 1992 ).
    Ada dua macam teknik pembedahan untuk pengangkatan katarak :

    1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler
      Ekstraksi katarak intra kapsuler ( ICCE, intra capsuler catarak ekstraksion ) adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zona dipisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis. Bedah beku berdasar pada suhu pembekuan untuk mengangkat suatu lesi atau abnormalitas. Insrumen bedah beku bekerja dengan prinsip bahwa logam dingin akan melekat pada benda yang lembab. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsula akan melekat pada probe.lensa kemudian diangkat secara lembut. Yang dahulu merupakan cara pangangkatan katarak utama, ICCE sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
    2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler
      Ekstraksi katarak ekstracapsuler ( ECCE, extracapsuler catarak ekstraksion ) sekarang merupakan teknik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsula anterior, menekan keluar nucleus,dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap. Dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh, dapat mempertahankan arsitektur bagi posterior mata, jadi mengurangi insidensi yang serius.
    • Fakoemulsifikasi
      Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi tinggi untuk memecah nukleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian akan diaspirasi me4lalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan penyembuhan yang lebih pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi.
    • Pengakatan Lensa
      Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus mata, maka bila lensa diangkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga motede:
  • Kaca Mata Apakia
    Mampu memberikan pandangan sentral yang baik. Namun pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer, yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial, membuat benda – benda nampak jauh lebih dekat dari yang sebenarnya. Kaca mata ini juga menyabbakan aberasi sferis, mengubah garis lurus menjadi lengkung. Memerlukan waktu penyesuaian yang lama sampai pasien mampu mengkoordinasikan gerakan, memeprrkirakan jarak, dan berfungsi aman dengan medan pandangan yang terbatas. Kaca mata apakia sangat tebal dan merepotkan dan membuat mata kelihatan sangat besar.
  • Lensa Kontak
    Jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia. Tak terjadi pembesaran yang bermakna (5%-10%), tak terdapat aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial. Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan dan merawat dan bagi mereka yang dapat mengenakannya dengan nyaman.
  • Implan Lensa Intraokuler (IOL)
    Memberikan alternatif bagi lensa apakia yang tebal dan berat untuk mengoreksi penglihatan pasca operasi. Implan IOL telah menjadi pilihan koreksi optikal karena semakin halusnya teknik bedah mikro dan kemajuan rancang bangun IOL. IOL adalah lensa permanen plastik yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran mata normal.
    Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.
    Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh.

I. PENCEGAHAN

Pencegahan utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.
Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata. Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak. Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.

J. KOMPLIKASI

Meskipun terjadi perbaikan pengembalian kepandangan penuh yang sempurna pada ekstraksi katarak dan implantasi, ada juga yang komplikasinya. Kerusakan endotel kornea, sumbatan pupil, gloukoma,perdarahan, fistula luka operasi, edema makula sistoid, pelepasan koroid, uveitis dan endoftalmitis. Dapat diubah posisinya kembali dengan pemberian tetes mata dilator, diikuti dengan pemberian posisi kepala dan diakhiri dengan tetes mata konstriktor, atau pasien memerlukan pembedahan lagi untuk mereposisi atau mengangkat IOL.
Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan adalah pembentukan membran sekunder, yang terjadi sekitar 25 %pasien dalam 3 sampai 36 bulan setelah pembedahan. Membran yang terbentuk sering disalah artikan dengan opafikasi kapsul posterior atau katarak sekunder. Membran ini dibentuk sebagai akibat proliferasi sisa epitel lensa. Dapat mempengaruhi penglihatan dengan mengganggu masuknya cahaya dan meningkatkan terjadinya disabilitas silau. Dapat dibuat lubang melalui membran (kapsulotomi ) dengan jarum atau laser ( laser yag ) untuk mengembalikan penglihatan.
( Brunner & Suddarth,2002 )

Minggu, 25 Oktober 2009

CA NASOFARING

A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

B. ANATOMI NASOFARING.
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
• Atas : Basis kranii.
• Bawah : Palatum mole
• Belakang: Vertebra servikalis
• Depan : Koane
• Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
• Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

C. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

D. TANDA DAN GEJALA
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

F. PENGKAJIAN
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
 Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
 Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
 Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
 Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
 Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
 Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
 Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
 Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
 Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
 Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
 Interaksi social
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
• mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
• Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
• Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
• Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
• Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrol
• Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.

2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil :
• mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
• Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
• Orientasikan pasien terhadap lingkungan
• Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
• Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
• Bicara dengan gerak mulut yang jelas
• Bicara pada sisi telinga yang sehat

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
• Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
• Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
• Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
• Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi :
• Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
• Berikan dorongan higiene oral yang sering
• Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
• Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.
• Pantau masukan makanan tiap hari.
• Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
• Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.
• Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
• Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
• Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
• Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori
Intervensi :
• Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :
• Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
• Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
• Tekankan higiene personal
• Pantau suhu
• Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)

5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Tujuan : integritas kulit tetap terjaga
Kriteria hasil :
• Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit
Intervensi :
• Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
• Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
• Hindari menggosok atau menggaruk area
• Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.
• Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebut
• Oleskan vitamin A dan D pada area tersebut
• Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.

6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil :
• Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
• Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
• Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi :
• Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodik
• Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral
• Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
• Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
• Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.

7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
Tujuan : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil :
• Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa
Intervensi :
• Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
• Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
• Akui kesulitan yang mungkin di alami
• Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekat
• Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan
• Gunakan sentuhan selama interaksi

8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria hasil :
• Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum
Intervensi :
• Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.
• Pantau masukan dna haluaran serta berat badan
• Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihan
• Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.
• Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.
• Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.

9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
• Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
• Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis
• Tidak menunjukkan perdarahan gusi
Intervensi :
• Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
• Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuh
• Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
• Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
• Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.
(Doenges, 2000)

Senin, 06 April 2009

ANATOMI dan FISIOLOGI JANTUNG

ANATOMI dan FISIOLOGI JANTUNG

Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.


Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium.
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.

Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.

1. Right Coronary
2. Left Anterior Descending
3. Left Circumflex
4. Superior Vena Cava
5. Inferior Vena Cava
6. Aorta
7. Pulmonary Artery
8. Pulmonary Vein
9. Right Atrium
10. Right Ventricle
11. Left Atrium
12. Left Ventricle
13. Papillary Muscles
14. Chordae Tendineae
15. Tricuspid Valve
16. Mitral Valve
17. Pulmonary ValveFungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik.
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.
Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggindan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.
Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.